TEORI dan MODEL BELAJAR

MAKALAH MATA KULIAH
TEORI PEMBELAJARAN

PENERAPAN TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISME MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIV LEARNING JIGSAW
PADA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS XI SEMESTER I
MATERI HUKUM KEKEKALAN ENERGI MEKANIK




OLEH:
R O H M A N
NIM. 20082013042


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2009
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi. Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan formal merupakan salah satu wahana dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan IPA (fisika) sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala atau proses alam dan sifat zat serta penerapannya (Wospakrik, 1994 : 1). Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan bahwa fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi yang ada di dalamnya. Ilmu fisika membantu kita untuk menguak dan memahami tabir misteri alam semesta ini (Surya, 1997: 1). Tujuan utama yang ingin dicapai dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran fisika : (1) menyukai fisika sebagai ilmu pengetahuan dasar yang bersifat kualitatif dan kuantitatif sederhana, (2) kemampuan menerapkan berbagai konsep dan prinsip fisika dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam serta cara kerja produk teknologi dalam menyelesaikan permasalahan, (3) kemampuan melakukan kerja ilmiah dalam menguji kebenaran, (4) membentuk sikap ilmiah yaitu sikap terbuka dan kritis terhadap pendapat orang lain serta tidak mudah mempercayai pernyataan yang tidak didukung dengan hasil observasi empiris dan (5) menghargai sejarah sains dan penemuannya.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran tersebut maka pada setiap akhir program pengajaran dilakukan evaluasi. Indikator keberhasilan dari pencapaian tujuan pengajaran tersebut adalah kemampuan belajar siswa yang diwujudkan melalui nilai perolehan. Pada dasarnya hasil nilai perolehan nilai ujian siswa untuk mata pelajaran fisika sangatlah rendah.

B. Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu Penerapan Teori Belajar Kontruktivisme Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Learning Jigsaw Pada Mata Pelajaran Fisika

C. Maksud Dan Tujuan Penulisan
Dengan penulisan makalah ini juga mempunyai maksud dan tujuan agar para guru-guru, khususnya guru fisika merekomendasikan model pembelajaran Kooperatif Learning Jigsaw dalam proses belajar mengajar. Dan dimaksudkan juga dengan diterapkan model ini di kelas akan mengaktifkan siswa-siswa dalam berfikir dan beraktualisasi serta self assesment.

D. Pembentukan Pengetahuan Pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar isi belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

E. Tahap-tahap Pembelajaran Konstruktivisme
Harlen (1992 : 51) mengembangkan model konstruktivis dalam pembelajaran di kelas. Pengembangan model konstruktivis tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Orientasi dan Elicitasi Ide. Merupakan proses untuk memotivasi siswa dalam mengawali proses pembelajaran. Melalui elicitasi siswa mengungkapkan idenya dengan berbagai cara.
2. Restrukturisasi ide. Meliputi beberapa tahap yaitu klarifikasi terhadap ide, merombak ide dengan melakukan konflik terhadap situasi yang berlawanan, dan mengkonstruksi dan mengevaluasi ide yang baru.
3. Aplikasi. Menerapkan ide yang telah dipelajari.
4. Review. Mengadakan tinjauan terhadap perubahan ide tersebut.
Tahapan - tahapan dalam pengembangan model belajar konstruktivis dengan lebih rinci diimplementasikan oleh Sadia (1996 : 87). Secara signifikan model yang telah dikembangkan ini mampu meningkatkan prestasi belajar fisika siswa. Tahapan-tahapan pengembangan model konstruktivis tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program dan evaluasi.
2. Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
3 Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta konsep.
4. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
5. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
6. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi. Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
7. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan.
8. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun yang resisten.
9. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.
Dalam makalah ini yang menjadi tahapan-tahapan terhadap penerapan model pembelajaran konstruktivis merupakan modifikasi dari dua model konstruktivis yang telah dikemukakan yaitu model konstruktivis Harlen (1992:51) dan Sadia (1996:87). Tahapan-tahapan pengembangan model konstruktivis ini nantinya sangat memperhatikan prior knowledge dan miskonsepsi-miskonsepsi yang terdapat pada diri siswa, yang menempati posisi yang sentral baik dalam menyusun maupun implementasi program pembelajaran.
Tahapan-tahapan penerapan model konstruktivis dalam makalah ini mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi.
Identifikasiawal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki dalam mencandra lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview klinis dan peta konsep.
2. Penyusunan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi.
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul kecil yang terdiri dari uraian materi yang memuat konsepkonsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pembelajaran dilaksanakan. Dengan berpedoman pada pra konsepsi ini, siswa diharapkan merasa lebih mudah dalam mereduksi miskonsepsinya menuju konsepsi ilmiah.
3. Orientasi dan Elicitasi.
Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas.
Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat melalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
4. Refleksi.
Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elcitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasinya.
5. Restrukturisasi Ide.
a. Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaaan tentang gejalagejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu.
b. Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator.
c. Membangun Ulang Kerangka Konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
6. Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji
penyelesaiaanya secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasan secara keilmuwan.
7. Review. Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan. Model belajar konstruktivis yang telah diuraikan, dapat dirangkum dalam paradigma berikut:



F. Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :
Kelompok Asal

Kelompok Ahli
Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
• Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
• Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
• Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
• Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
• Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
• Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penulisan makalah ini, dapat dituliskan beberapa kesimpulan yaitu:
1. Penerapan model belajar konstruktivis dalam pembelajaran fisika berimplikasi terhadap Orientasi Pembelajaran. Pembelajaran fisika dengan model belajar konstruktivis tidak berorientasi pada produk tetapi berorientasi pada proses. Pembelajaran tidak dirasakan sebagai suatu proses pembebanan yang semata-mata berorientasi pada kemampuan siswa dalam merefleksikan apa yang dikerjakan atau diinformasikan guru. Penekanan pembelajaran terletak pada kemampuan siswa untuk mengemukakan argumentasi dan mengorganisasi pengalaman.dalam hal ini akan dapat mengungkapkan miskonsepsi siswa dan memperbaharuinya.
2. Penerapan model belajar konstruktivis dalam pembelajaran fisika menuntut perubahan peran guru khususnya dalam cara pandang terhadap siswa. Model belajar konstruktivis sangat memperhatikan jaringan ide-ide yang ada dalam struktur kognitif siswa. Pengetahuan bukanlah gambaran dari suatu realita.. Transformasi pengetahuan dalam konstruktivisme adalah pergeseran siswa sebagai penerima pasif informasi menjadi pengkonstruksi aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dipandang sebagai subyek yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA
Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo
Novak, J.D and Bob Gowin. 1985. Learning How to Learn. Cambridge University Press.
http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaikipsingbab1.pdf
http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaikipsingbab4.pdf
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).
Harlen, W. 1992. The teaching of science. London. David Fulton Publishers.




RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )


Satuan Pendidikan : SMA Negeri 2 Muaradua
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : XI/1
Materi Pokok : Hukum kekalan Energi Mekanik
Alokasi waktu : 2 x 45 menit
Standar Kompetensi : 1. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam
cakupan mekanik benda titik.
Kompetensi Dasar : 1. 5. Menganalisis hubungan antara usaha, perubahan energi
dengan hukum kekekalan energi mekanik.


I. Tujuan Pembelajaran
Setelah belajar tentang energi, siswa dapat :

1. Merumuskan persamaan matematik energi potensial

2. Merumuskan persamaan matematik energi kinetik

3. Merumuskan persamaan matematik energi mekanik

4. Mengajukan pertanyaan dengan baik
5. Kerja sama dalam kelompok
6. Mengumpulkan tugas tepat waktu

II. Indikator
1. Menghitung besar energi potensial
2. Menghitung besar energi kinetik
3. Merumuskan bentuk hukum kekelan energi mekanik

III. Materi Pembelajaran


ENERGI

Pengertian Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Energi hanya bermanfaat ketika terjadi perubahan bentuk, misalnya perubahan dari energi listrik menjadi energi cahaya pada lampu pijar, dan perubahan energi kimia menjadi energi listrik pada baterai.
Satuan SI untuk energ sama dengan usaha, yaitu joule.

1. Jenis-jenis Energi
a. Energi Potensial
Energi potensial adalah energi yang tersimpan ( tersembunyi ) dalam benda dean dimiliki benda karena kedudukannya.
Berbagai bentuk energi yang termasuk energi potensial, yaitu :
1. Energi potensial elastik
2. Energi potensial gravitasi
3. Energi potensial listrik
Energi potensial elastik adalah energi potensial yang dimiliki oleh benda-benda elastik yang ditegangkan, misalnya karet ketapel, busur panah dan pegas.

Energi potensial gravitasi adalah energi potensial yang dimiliki oleh benda karena ketinggiannya terhadap bidang acuan tertentu.
Jadi, energi potensial gravitasi ( EP ) sebuah benda bermassa m yang berada pada ketinggian h dari bidang acuan adalah :

Dengan demikian, energi potensial gravitasi suatu benda dapat didifenisikan sebagai hasil kali berat benda ( ) dan ketinggiannya h dari suatu bidang acuan tertentu.

Suatu benda yang ketinggian awalnya h1 diatas titik acuan dan ketinggian akhirnya h2 di atas titik acuan, maka perubahan energi potensial (  EP ) adalah


b. Energi Kinetik
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki benda karena gerakannya atau kecepatannya. Energi kinetik sebuah benda bermassa m yang sedang bergerak dengan kecepatan v adalah :

Usaha dan perubahan energi kinetik :
Usaha yang dilakukan resultan gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan perubahan energi kinetik, yaitu energi kinetik akhir di kurangi enegri kinetik awal.


c. Hukum kekekalan Energi Mekanik
Hukum kekekalan energi mekanik berbunyi sebagai berikut.
“ Pada sistem yang terisolasi ( hanya bekerja gaya berat dan tidak bekerja gaya luar lainnya ) selalu berlaku energi mekanik total ( energi potensial + energi kinetik ) adalah konstan”.

atau


Bila didefinisikan : EP + EK adalah sebagai energi mekanik total sistem ( EM ) atau :
EP + EK = EM maka,
EP1 + EK1 = EM1  energi mekanik total pada posisi 1
EP2 + EK2 = EM2  energi mekanik total pada posisi 1

Jadi, bila hanya gaya berat yang bekerja pada benda dan tidak ada gaya luar, maka berlaku :
EM1 = EM2 atau EM = konstan

Misalnya, sebuah benda jatuh bebas :
1) Posisi awal :
Kecepatan v = 0  Ek = 0
Sehingga EP = EM
2) Kemudian, energi potensial ( EP ) berkurang, sedangkan energi ( EK ) bertambah, berarti EP berubah menjadi EK.
3) Pada posisi benda setengah perjalanan :
EP = EK
4) Pada posisi benda akan menyentuh tanah :
Energi potensial EP = 0, sedangkan
Energi Kinetik EK = maksimum
Sehingga EK = EM












Pada sebuah benda yang jatuh bebas terjadi perubahan energi, yakni perubahan energi potensial menjadi energi kinetik.
Kekalan energi mekanik dapat juga digunakan untuk menghitung ketinggian maksimum suatu benda yang dilemparkan vertikal ke atas.


IV. sumber Pembelajaran
1. Umar, Efrizon . 2007. Fisika dan kecakapan hidup untuk SMA. Jakarta : Ganeca Exact
2. Supiyanto. 2005. Fisika SMA untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga
3. Rohman. 2007. Modul tentang Energi

V. Strategi Pembelajaran
3. 1. Model/Metode
Cooperatif learning model jigsaw
3. 2. Alat dan bahan
1. benang
2. Balok berbagai jenis
3. Mistar
4. Kertas
3. 3. Langkah-langkah Pembelajaran
B. Pendahuluan
1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mengabsensi kehadiran siswa
2. Guru melakukan apersepsi melalui kegiatan tanya jawab secara klasikal tentang energi dalam kehidupan sehari-hari
3. Guru Menuliskan :
3.1. Judul materi pokok
3.2. Kompetensi Dasar
3.3. Indikator
3.4. Tujuan Pembelajaran
C. Kegiatan Inti
1. Siswa dibagi dalam 10 kelompok, dengan anggota tiap kelompok terdiri dari 3 orang
2. Setiap orang dalam kelompok memiliki peran, yaitu: Leader / Pemimpin; Time Keeper / Pengingat waktu; te Taker / Notulen; Speaker / Juru Bicara saat presentasi; Task Master / Moderator kelompok – menjaga agar diskusi tetap dalam kerangka diskusi.
3. Kelompok mengambil tugas terdiri dari tiga tugas, dan memulai diskusi untuk membagi tugas setiap anggota untuk menyelesaikan satu tugas untuk satu orang.
4. Masing-masing kelompok mengirimkan satu wakilnya untuk dijadikan sebagai orang ahli untuk tugas I, lalu membentuk kelompok ahli satu dan berdiskusi membahas tugas I. Begitu juga dengan tugas II dan III.
5. Masing-masing kelompok ahli berdiskusi membahas tugas yang menjadi tanggung jawabnya sampai tuntas.
6. Setelah semua permasalah tuntas pada setiap kelompok ahli, kembali kekelompok asal
7. Di kelompok asal masing-masing kelompok berdiskusi membahas tugas I s/d III untuk membuat laporan tertulis
8. Salah satu kelompok melaporkan hasil diskusi ( laporan ) didepan kelas sedang kelompok lain menanggapi.
9. Dilanjutkan dengan membuat rangkuman
Saat proses jigsaw berlangsung, peran guru adalah :
1. Monitor: Perhatikan jika ada siswa yang tidak mengerti dengan permasalahan. Lalu datangi dan tanya perlahan tanpa harus membuatnya malu di depan teman-temannya yang lain.
2. Watch and praise communication skills ideas: Perhatikan dan hargai kemampuan-kemampuan berkomunikasi siswa.
3. Watch body language of students: Perhatikan bahasa tubuh siswa
4. Keep them to their roles: Pastikan mereka tetap pada peran mereka masing-masing.
D. Penutup
1. Memberikan Pujian/penghargaan/reword
2. Memberi tugas siswa kepada siswa untuk membuat rangkuman materi tentang penerapan energi mekanik pada gerak jatuh bebas, untuk pertemuan berikutnya.


VI. Penilaian
1. PPK
2. Keterampilan
3. Sikap

Penilaian
1. PPK
No Instrument Jawaban Skor
1. Mula-mula benda masa 1 kg berada ditanah ( permukaan tanah), kemudian benda itu dipindahkan keatas meja yang mempunyai ketinggian 1,25 m dari tanah. Berapakah perubahan energi potensial benda. ( g = 10 m/s2) diket :
h1 = 0
h2 = 1,25 m
m = 1 kg
dit EP ?
jawab
benda ditanah h1 = 0
EP1 = m. g. h1
= 0

benda dimeja h2 = 1,25 m
EP2 = m. g. h2
= 1. 10. 1,25
= 12,5 joule
30
2. Sebuah peluru massanya 10 gram bergerak dengan kecepatan 50 m/s. Tentukan energi kinetik peluru tersebut diket :
m = 10 gram = 10-2 kg
v = 50 m/s
dit EK ?
jawab

=
=
= 12,5 joule 30
3. Pada Gambar dibawah ini, sebuah benda dijatuhkan pada ketinggian 20 m dari permukaan tanah, jika massa benda 1 kg tentukan :
a. Energi potensial benda pada saat berada dititik A.
b. Energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik pada saat benda berada pada ketinggian 10 m dari permukaan tanah









diket :
h = 20 m
m = 1kg
g = 10 m/s
ditanya ?
a. EP saat benda dititik A
b. EP, EK, dan EM saat benda dititik B
Jawab
a.



b.
Energi Potensial




Energi Kinetik

pada saat dititik B benda memiliki kecepatan,








Energi Mekanik
EM = EP + EK
EM = 100 + 100
EM = 200 N 40



2. Keterampilan
No. Aspek yang dinilai Skor
4 3 2 1
1. Mendemonstrasikan penerapan energi potensial
2. Mendemonstrasikan penerapan energi kinetik
3. Mendemonstrasikan penerapan energi mekanik



3. Sikap
No. Aspek yang dinilai Skor
4 3 2 1
1. Mengajukan pertanyaan
2. Kerja sama kelompok
3. Aktif dalam diskusi
4. Mengumpulkan tugas tepat waktu



Mengetahui;
Kapala SMAN 2 Muaradua,


Uum G. Karyanto, S. Pd.
NIP. 132173522 Muaradua, 2008
Pendidik Mata Pelajaran Fisika



Rohman, S. Pd.
NIP. 440033190
Lampiran Tugas Model Pembelajaran
Jigsaw I




Tugas I
1. Letakan sebuah balok dilantai
2. Ikat balok lain dengan benang dan digantungkan, kemudian ukur ketinggian balok terhadap permukaan tanah
3. Hitung berapa energi potensial pada masing-masing balok tersebut
4. Balok manakah yang memiliki energi potensial yang besar? mengapa?


Tugas II
1. Ikatlah sebuah balok dengan benang, kemudian gantungkan
2. Ukur ketinggian balok terhadap permukaan tanah
3. Lepaskan benang biarkan benda jatuh bebas ketanah
4. Hitung berapa energi kinetik saat balok akan menyentuh permukaan tanah


Tugas III
a. Ikatlah sebuah balok dengan benang, kemudian gantungkan
b. Ukur ketinggian balok terhadap permukaan tanah
c. Lepaskan benang biarkan benda jatuh bebas ketanah
d. Hitung berapa energi potensial saat balok masih digantung
e. Hitung berapa besar energi kinetik setelah balok dijatuhkan dan mencapai titik pertengahan ketinggian balok saat digantungkan.












Modul
ENERGI

Pengertian Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Energi hanya bermanfaat ketika terjadi perubahan bentuk, misalnya perubahan dari energi listrik menjadi energi cahaya pada lampu pijar, dan perubahan energi kimia menjadi energi listrik pada baterai.
Satuan SI untuk energ sama dengan usaha, yaitu joule.

3. Jenis-jenis Energi
a. Energi Potensial
Energi potensial adalah energi yang tersimpan ( tersembunyi ) dalam benda dean dimiliki benda karena kedudukannya.
Berbagai bentuk energi yang termasuk energi potensial, yaitu :
4. Energi potensial elastik
5. Energi potensial gravitasi
6. Energi potensial listrik
Energi potensial elastik adalah energi potensial yang dimiliki oleh benda-benda elastik yang ditegangkan, misalnya karet ketapel, busur panah dan pegas.
Energi potensial gravitasi adalah energi potensial yang dimiliki oleh benda karena ketinggiannya terhadap bidang acuan tertentu.
Dengan demikian, energi potensial gravitasi suatu benda dapat didifenisikan sebagai hasil kali berat benda ( ) dan ketinggiannya h dari suatu bidang acuan tertentu.
Jadi, energi potensial gravitasi ( EP ) sebuah benda bermassa m yang berada pada ketinggian h dari bidang acuan adalah :





EP = energi potensial ( Joule )
m = massa benda ( kg )
g = percepatan gravitasi ( m/s2)
h = tinggi benda diatas tanah ( m )




Suatu benda yang ketinggian awalnya h1 diatas titik acuan dan ketinggian akhirnya h2 di atas titik acuan, maka perubahan energi potensial (  EP ) adalah


b. Energi Kinetik
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki benda karena gerakannya atau kecepatannya. Untuk menghitung energi kinetik benda kita hubungkan antara rumus usaha , rumus gerak lurus berubah beraturan untuk v0 = 0, , dan hukum II newton


Usaha sebesar ini merupakan usaha yang diperlukan untuk menghasilkan kelajuan benda, yang berarti sama dengan besarnya energi kinetic yang dimiliki benda pada saat kelajuannya sama dengan v :


dengan
EK = Energi kinetik ( Joule )
m = massa benda ( kg )
v = kecepatan benda ( m/s )
Usaha dan perubahan energi kinetik :
Usaha yang dilakukan resultan gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan perubahan energi kinetik, yaitu energi kinetik akhir di kurangi enegri kinetik awal.


c. Hukum kekekalan Energi Mekanik
Hukum kekekalan energi mekanik berbunyi sebagai berikut.
“ Pada sistem yang terisolasi ( hanya bekerja gaya berat dan tidak bekerja gaya luar lainnya ) selalu berlaku energi mekanik total ( energi potensial + energi kinetik ) adalah konstan”.

atau


Bila didefinisikan : EP + EK adalah sebagai energi mekanik total sistem ( EM ) atau :
EP + EK = EM maka,
EP1 + EK1 = EM1  energi mekanik total pada posisi 1
EP2 + EK2 = EM2  energi mekanik total pada posisi 1

Jadi, bila hanya gaya berat yang bekerja pada benda dan tidak ada gaya luar, maka berlaku :
EM1 = EM2 atau EM = konstan





Misalnya, sebuah benda jatuh bebas :
1. Posisi awal :
Kecepatan v = 0  Ek = 0
Sehingga EP = EM
2. Kemudian, energi potensial ( EP ) berkurang, sedangkan energi ( EK ) bertambah, berarti EP berubah menjadi EK.
3. Pada posisi benda setengah perjalanan :
EP = EK
4. Pada posisi benda akan menyentuh tanah :
Energi potensial EP = 0, sedangkan
Energi Kinetik EK = maksimum
Sehingga EK = EM

Pada sebuah benda yang jatuh bebas terjadi perubahan energi, yakni perubahan energi potensial menjadi energi kinetik.
Kekalan energi mekanik dapat juga digunakan untuk menghitung ketinggian maksimum suatu benda yang dilemparkan vertikal ke atas


Quis Mata Pelajaran Fisika
Materi Energi

Nama :
Kelas :

Soal.
1. Mula-mula benda masa 1 kg berada ditanah ( permukaan tanah), kemudian benda itu dipindahkan keatas meja yang mempunyai ketinggian 1,25 m dari tanah. Berapakah perubahan energi potensial benda. ( g = 10 m/s2)

2. Sebuah peluru massanya 10 gram bergerak dengan kecepatan 50 m/s. Tentukan energi kinetik peluru tersebut

3. Pada Gambar dibawah ini, sebuah benda dijatuhkan pada ketinggian 20 m dari permukaan tanah, jika massa benda 1 kg tentukan :
a. Energi potensial benda pada saat berada dititik A.
b. Energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik pada saat benda berada pada ketinggian 10 m dari permukaan tanah

Komentar

Postingan Populer