Pornografi dan Pornoaksi Versus Pendidikan Karakter

Pornografi dan Pornoaksi versus Pendidikan Karakter1) Oleh: Rohman, S.Pd..2) A. Pendahuluan Globalisasi telah menghapus sekat-sekat yang ada dalam masyarakat baik itu masyarakat internasional maupun merembes kepada masyarakat dalam satu negara. Hal yang nampak jelas adalah terjadinya pertemuan antar budaya yang telah melahirkan dua mata pisau, disatu sisi berdampak positif, namun di sisi lain terjadi pergesekan yang cukup hebat. Negara-negara timur, khususnya Indoesia sangat terkenal dengan bangsa yang sopan- santun, ”lebih beretika”, dan sangat kuat memegang norma-norma terutama norma agama. Berkat kemajuan teknologi dan informasi maka masuklah pengaruh dari negara-negara lain, yang mencolok dalam hal ini adalah masuknya budaya dari negara-negara Barat. Budaya Barat yang serba terbuka, termasuk ”buka-bukaan” dalam berpakaian, atau sering kita dengar dengan sebutan pornografi dan pornoaksi. Diawali dari teknologi komputerisasi yang semakin canggih, sekarang dengan mudah seseorang dapat memproduksi sebuah VCD porno. Hanya dengan memiliki satu master VCD, ia dapat melakukan penggandaan ratusan VCD yang sama dalam waktu yang singkat tanpa biaya dan peralatan yang mahal. Dengan cara lain, tanpa memiliki master VCD porno, seseorang juga dapat dengan mudah mengakses situs-situs internet tertentu kemudian men “download” dan “mengcopy” gambar-gambar pornoaksi dan pornografi dalam bentuk CD. Lalu dari bentuk CD ini, seseorang dapat dengan mudah memproduksinya menjadi bahan tercetak yang berbentuk foto, tabloid, majalah, ataupun surat kabar. Sekarang pornoaksi dan pornografi juga telah merasuk ke ruang-ruang pribadi. Dengan teknologi kamera digital, handycamyang canggih dan semakin ringan, handphone dengan fasilitas kamera. Teknologi canggih ini semua merupakan sarana yang dapat dengan mudah menghasilkan bentuk-bentuk pornografi dan pornoaksi. Sekarang sudah menjadi rahasia umum, banyak beredar tabloid-tabloid tanpa identitas menampilkan foto-foto yang diambil dari cover VCD porno dengan ulasan mengundang orang untuk melakukan aktivitas seksual. Ironisnya, yang mengkonsumsi ini adalah kalangan pelajar tumpuan harapan bangsa. Selain itu, mereka sudah paham dengan istilah dalam hubungan seksual, mereka juga menelpon dan SMS dengan teman yang dianggapnya pacar dengan sebutan mama-papa. Mereka bahkan sudah melakukan hubungan seksual dikamar rumah mereka, di taman dan diareal persawahan. Pemberitaan oleh media cetak maupun elektronik pada beberapa kasus pemerkosaan akibat dilatarbelakangi faktor meniru atau imitasi, dan rasa ingin tahu serta mencoba-coba mempraktekkan apa yang mereka lihat pada VCD porno yang pernah pelaku tonton. Tentunya akan semua itu kita tidak bisa tinggal diam, karena kalau dibiarkan kita akan mengalami krisis moral yang mengakibatkan manusia kehilangan harkatnya sebagai manusia yang terhormat dan tertinggi derajatnya diantara makhluk ciptaan Tuhan lainnya di muka bumi. Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, kegiatan dan dampak dari kegiatan pornografi dan pornoaksi bagi pelajar yang dibicarakan itu adalah dengan melaksanakan pendidikan karakter. 1) Diberikan pada waktu seminar Dinas Pemuda dan Olahraga tanggal 22 November 2012 di Muaradua OKU Selatan 2) Sekarang menjabat Kasi Kurikulum SMP, SMA, SMK Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Pendidikan karakter dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan karakter dapat membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan karakter diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek sehingga nantinya dapat menjadi generasi penerus bangsa harapan kita semua. B. Permasalahan Seperti diuraikan pada pendahuluan, banyak permasalahan dampak dari pornoaksi dan pornografi dikalangan pelajar. Namun banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pornoaksi dan pornografi sekarang ini. Dalam kesempatan ini penulis hanya membatasi pada permasalahan: 1. Apa dan bagaimana dampak dari pornografi dan pornoaksi bagi pelajar? 2. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam mencegah pornografi dan pornoaksi di kalangan pelajar ? C. Pembahasan 1) Pengertian pornografi dan pornoaksi Menurut bahasa, pornografi berasal dari kata Yunani “porne” yang berarti perempuan jalang dan graphein berarti menulis. Dari pengertian ini, menunjukkan bahwa objek utama dan sumber pornografi adalah perempuan. Dalam referensi lain, porno juga bermakna cabul. Dari sinilah pornografi dipahami sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi. Pornografi didefinisikan oleh Ernst dan Seagle sebagai berikut: “Pornography is any matter odd thing exhibiting or visually representing persoss or animals performing the sexual act, whetever normal or abnormal”. Pornografi adalah berbagai bentuk atau sesuatu yang secara visual menghadirkan manusia atau hewan yang melakukan tindakan sexual, baik secara normal ataupun abnormal. Oleh karena itu istilah pornografi mengandung pengertian pejorative tentang hal-hal yang bersifat sexual. Peter Webb sebagaimana dikutip oleh Rizal Mustansyir melengkapi definisi pornografi dengan menambahkan bahwa pornografi itu terkait dengan obscenity (kecabulan) lebih daripada sekedar eroticism. Menurut Webb, masturbasi dianggap semacam perayaan yang berfungsi menyenangkan tubuh seseorang yang melakukannya. Kemudian dalam perkembangan terbaru pornografi dipahami dalam tiga pengertian; Pertama, kecabulan yang merendahkan derajat kaum wanita. Kedua, merosotnya kualitas kehidupan yang erotis dalam gambar-gambar yang jorok, kosakata yang kasar, dan humor yang vulgar. Kegita, mengacu pada tingkah laku yang merusak yang terkait dengan mental manusia. Pengertian ketiga kemudian menjadi latarbelakang istilah pornoaksi, karena terkait dengan tindakan yang mengarah pada hal-hal yang merusak melalui aktivitas seksual, baik secara kontak person yang bersifat liar maupun melalui penyelenggaraan badaniah. Kontak seksual yang bersifat liar dalam hal ini berarti tanpa melalui prosedur yang resmi (pernikahan), atau dalam bahasa agama lebih dikenal dengan istilah zina. Sedangkan menurut Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2008, tentang Pornografi, didefinisikan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Kenyataan saat ini jumlah website Pornografi dunia sebanyak 4.2 juta, jumlah website pornografi Indonesia sebanyak 100.000, website yang menawarkan pornografi anak-anak sebanyak 100.000, sedangkan ajakan melakukan kegiatan sexual di chat room sebanyak 89 %. Di Indonesia rata-rata usia anak pertama kali mengenal pornografi melalui Internet pada usia 11 tahun, sedangkan penggemar pornografi Internet terbesar adalah kelompok usia 12-17 tahun dan 90 % dari kelompok usia 8-16 tahun mengakses situs porno di internet pada saat mereka mengerjakan pekerjaan rumah. Saat ini kenyataannya pembuatan video porno ”local content” sangat tinggi diatas 500 dan dari 90%jumlah itu dibuat pelajar/mahasiswa yang kecenderungan pelaku semakin muda dari kota sampai kepelosok (data dari gerakan jangan bugi depan kamera). 2) Dampak negatif pornografi dan pornoaksi Pengaruh tampilan pornoaksi dan pornografi sangat dirasakan terutama pada anak-anak dan remaja. Anak-anak yang mendengar dan melihat pornoaksi dan pornografi akan berpengaruh buruk terhadap imajinasi dan daya pikirnya untuk memahami penampilan yang belum pantas dilihatnya, karena usia anak-anak belum mampu memilih mana yang baik / benar dan buruk / salah untuk dirinya. Beberapa kasus pernah terjadi seorang anak memperkosa teman bermainnya karena terpengaruh melihat VCD porno . Demikian juga halnya remaja. Usia remaja adalah usia yang sangat labil dan sedang dalam proses pencarian identitas diri. Melihat penampilan pornoaksi dan pornografi akan mendorong mereka untuk mencoba hal tersebut. Seperti yang ada dalam seminar mengenai dampak pornografi terhadap kerusakan otak di Jakarta, ahli bedah syaraf dari Rumah Sakit San Antonio, Amerika Serikat, Donald L. Hilton Jr, MD mengatakan bahwa adiksi (kecanduan) mengakibatkan otak bagian tengah depan yang disebut Ventral Tegmental Area (VTA) secara fisik mengecil. Pornografi dapat merusak sel otak yang menyebabkan perilaku dan kemampuan intelegensi mengalami gangguan. Jelas bahwa penurunan intelegensia ini akan menurunkan produktivitas dan tentunya juga akan menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia. Selain itu, Pornografi juga menimbulkan gangguan memori, dan menimbulkan perubahan konstan pada neurotransmitter dan melemahkan fungsi kontrol pada manusia sehingga si penderita juga akan sulit mengendalikan atau mengonrol perilakunya. Kecanduan pornografi ini bahkan dikatakan lebih parah dari pada kecanduan kokain karena kokain bisa dihilangkan dari tubuh pecandunya, tapi ingatan tentang adegan atau gambar porno akan tetap tinggal di otak selamanya. Pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam suatu dialog mengemukakan “bahwa dalam kenyataan, pornoaksi dan pornografi telah menimbulkan dampak negatif bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, terutama generasi muda, baik terhadap perilaku, moral (akhlak), maupun terhadap sendi-sendi serta tatanan keluarga dan masyarakat beradab seperti pergaulan bebas, perselingkuhan, kehamilan dan kelahiran anak di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, kekerasan seksual, perilaku seksual menyimpang, dan sebagainya “. Ada 10 (sepuluh) fatamorgana tentang pornografi yang terlanjur tercipta secara tidak sengaja oleh otak kita: 1. Pornografi memberi makan pada “keinginan mata” dan “keinginan daging” yang tidak akan pernah terpuaskan. Pornografi hanya akan membuat ‘penontonnya’ minta tambah, tambah, dan tambah lagi. Dengan mudah, pornografi memperbudak orang akan nafsunya dan membuka pintu terhadap segala jenis kejahatan seperti kemarahan, penyiksaaan, kekerasan, kepahitan, kebohongan, iri hati, pemaksaan, dan keegoisan. Kekuatan tersembunyi dibalik pornografi akan menunjukkan dirinya pada saat orang yang sudah terlibat berusaha menghentikan kebiasaannya. Tanpa bantuan, biasanya orang itu tidak berdaya untuk lepas. 2. Pornografi membuat cara berpikir seseorang menjadi penuh dengan seks semata. Pikiran seks akan menguasai alam bawah sadar mereka. Gambar berbau seks akan melekat pada otak mereka, sehingga pada saat seseorang memutuskan untuk berhenti melihat pornografi-pun, gambar-gambar yang pernah ia lihat dimasa lalu akan bertahan sampai beberapa tahun bahkan selama-lamanya. 3. Pornografi menjadi ajang promosi terhadap praktik seksual yang menyimpang. Contohnya, situs porno internet biasnya terhubung dengan situs porno yang lebih progresif seperti homoseks, pornografi anak, seks dengan hewan, perkosaan, seks dengan kekerasan dan lainnya. Ini akan membuat orang-orang tertentu terganggu secara mental dan tertantang untuk mencoba. Dengan demikian, makin banyaklah perilaku seks menyimpang di masyarakat. 4. Pornografi membuat seseorang terpicu untuk lebih suka melayani diri sendiri dibanding orang lain. Masturbasi/onani adalah contohnya. Ini adalah tindakan pemenuhan nafsu pribadi yang bisa membuat seseorang sulit menerima dan membari cinta yang sebenarnya pada orang lain. Pornografi biasanya membuat orang kecanduan masturbasi/onani. 5. Terbiasa melihat pornografi akan merusak hubungan orang tersebut dengan lingkungannya, dalam hal ini keluarga atau orang-orang terdekatnya. Pada hubungan pacaran, hubungan yang berkembang menjadi tidak sehat. Orang yang terlibat pornografi akan menyalahkan kekasihnya pada tindakan-tindakan seksual yang mereka lakukan. Padahal masalah itu terdapat pada pribadinya sendiri, dan pasangannya adalah si ‘korban’. Pada pasangan yang telah menikah, ini akan memicu ketidakpuasan seksual dan praktik seksual yang menyimpang sehingga mengarah ke arah ketidakharmonisan keluarga, bahkan perceraian. 6. Dalam banyak kasus, pornografi membuat seseorang kehilangan daya kerjanya. Yang tadinya aktif dan kreatif bisa menjadi tidak fokus dalam pekerjaan. 7. Pornografi dapat merusak hubungan seksual dengan pasangan karena terbiasa membayangkan orang lain dalam hubungan seksual. Imajinasi adalah salah satu efek pornografi yang sangat kuat. Nilai dan kemurnian seksual sesungguhnya menjadi rusak. 8. Melihat pornografi akan membuat seseorang menjadi sering berbohong. Orang yang terikat pornografi akan menyimpan kebiasaannya ini sebagai rahasia, sehingga dengan berbohong ia dapat menyembunyikan rasa malunya dan menghindari kritik dari lingkungannya. Kemanapun ia pergi, ia akan cenderung memakai ‘topeng’. 9. Pornografi akan membawa seseorang pada konsekuensi spiritual yang serius. Tekanan dan kebingungan akan memenuhi hidupnya. Pornografi membawa kekuatan jahat yang akan mengontrol dan mendominasi pemirsanya. Sekali saja seseorang melihat pornografi, itu akan membawanya semakin dalam. Nilai moral yang benar makin lama makn pudar, sehingga timbul standar ganda yang membingungkan. 10. Pornografi akan membuat seseorang mempercayai semua kebohongan yang ditawarkan oleh pornografi sendiri. Contoh kebohongan yang ditawarkan ialah : a. Kebebasan seksual = kebahagiaan b. Penyimpangan seksual = normal c. Kapan saja melampiaskan kebutuhan seksual = hal yang benar dan wajar d. Setiap hari masturbasi = sehat e. Pornografi = tidak menyakiti siapapun f. Bintang porno = orang paling bahagia didunia 3) pendidikan karakter dan pelaksanaannya Krisis akhlak disebabkan oleh tidak efektifnya pendidikan nilai dalam arti luas (di rumah, di sekolah, di luar rumah dan sekolah). Terpuruknya bangsa ini bukan karena terpuruknya ekonomi saja tetapi karena krisis akhlak. Oleh sebab itulah, perkononomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi dan nepotisme dan perubahan-perubahan yang yang merajalela merugikan bangsa dan negara. Demikian pula perbuatan-perbuatan yang sangat merugikan masyarakat adalah perkelahian, pengrusakan, pemerkosaan, minuman keras, minuman ganja bahkan pembunuhan. Menurut Ryan & Bohlin (1999), karakter merupakan suatu pola perilaku seseorang. Orang yang berkarakter baik memiliki pemahaman tentang kebaikan, menyukai kebaikan, dan mengerjakan kebaikan tersebut. Orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2008) adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut T. Ramli (2001), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriterianya adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pendidikan karakter melalui kegiatan ekstra kurikuler dipandang sangat relevan dan efektif. Nilai-nilai karakter seperti relegius, tanggung jawab, kerjasama, sabar, empati, cermat dan lainya dapat diinternalisasikan dan direalisasikan dalam setiap kegiatan ekstra kurikuler. Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang memuat pembentukan karakter antara lain: Olah raga (sepak bola, bola voli, bulu tangkis, tenis meja, dll), Keagamaan (baca tulis Al Qur’an, kajian hadis, ibadah, dll), Seni Budaya (menari, menyanyi, melukis, teater), KIR, Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA), Pameran, Lokakarya, Kesehatan, dan lain-lainnya. Selain langkah-langkah tersebut diatas dalam pembinaan karakter yang harus menjadi perhatian kita adalah guru, selebriti/artis, pejabat, tokoh masyarakat, teman sejawat, kedua orangtua, media cetak, media elektronik harus ikut bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter pada diri anak-anak bangsa Indonesia. Dimana guru, selebriti/artis, pejabat, tokoh masyarakat, teman sejawat, kedua orangtua, media cetak, media elektronik sebagai panutan harus memberikan contoh dalam bertindak, bersikap dan bernalar dengan baik. Disamping itu Peran media massa juga sangat diharapkan untuk mencegah dan memberantas pornoaksi dan pornografi. Dengan fungsinya yang sangat strategis membentuk opini publik yang kondusif kearah pencegahan dan pemberantasan yaitu dengan menampilkan tayangan-tayangan yang bermutu sesuai dengan citra budaya bangsa yang sopan dan beradab. Kegiatan sosialisasi hukum perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya aktivitas pornoaksi dan pornografi, yang substansinya dikemukakan tentang ketentuan aktivitas pornoaksi dan pornografi disertai hukuman yang mengikuti apabila ketentuan tersebut dilanggar. D. Penutup Pornografi dan pornoaksi adalah sebuah refleksi mengikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa, dekadensi moral yang perlu dicermati dampak sosial psikologisnya. Menatap ke depan ,tentunya kita tidak mengharapkan lahirnya sebuah generasi yang terlena dengan imajinasi pornografi dan pornoaksi, karena hal ini akan membawa manusia kembali kederajat yang paling rendah sebagai binatang yang berfikir. Kemajuan telekomunikasi dan informasi bagaian dua belah mata pedang yang tajam, sisi lain berdampak positif untuk menggali semua ilmu pengetahuan disisi lain berfungsi media paling efektif dalam penyebaran pornografi dan pornoaksi. Pelajar cenderung akan belajar dan meniru perilaku orang-orang yang ada di sekitarnya. Faktor terpenting dari keberhasilan pendidikan karakter di sekolah adalah guru dan/atau warga sekolah secara keseluruhan yang selalu berperilaku sebagai model pribadi yang pantas ditiru setiap saat. Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari pimpinan, guru, karyawan, komite sekolah dan masyarakat. Di samping itu, kesamaan persepsi dan tekad serta dukungan dari seluruh warga sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan karakter sangat diperlukan agar dapat mencapai tujuan secara optimal. Daftar Pustaka (Dirangkum dari berbagai sumber) Pornografi dan Pornoaksi Versus Pendidikan Karakter Rohman, S.Pd. Kasi Kurikulum SMP, SMA, SMK Dinas Pendidikan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Muaradua, 22 November 2012

Komentar

Postingan Populer